23 March 2011

'You Will Meet A Tall Dark Stranger': Menurut Woody Allen, Hidup itu Sia-sia



--> Jakarta - 'You Will Meet A Tall Dark Stranger' yang saat ini sedang diputar di Blitz Megaplex bisa jadi film yang kurang memuaskan bagi para penggemar Woody Allen. Meski tetap ditandai dengan ciri khas film-film Allen, film ini tampak kekurangan tenaga untuk mempertahankan daya tariknya. Mungkin daya tarik film ini hanyalah jajaran pemeran yang telah terbukti kemampuakn aktingnya, macam Josh Brolin, Naomi Watts, dan Anthony Hopkins.

Dibuka dengan kutipan drama Macbeth dari Shakespeare, 'You Will Meet A Tall Dark Stranger’ menceritakan dua pasangan beda usia yang memiliki konfliknya masing-masing. Seperti biasa, Woody Allen menggunakan setting kota besar, dan kali ini Londonlah yang mendapat giliran (seperti film-film Allen yang lain: 'Scoop', 'Match Point', 'Cassandra's Dream').

Alkisah, Helena datang ke seorang tukang ramal, Crystal untuk mengkonsultasikan kehidupan pribadinya yang kalang kabut. Ia baru saja bercerai dengan Alfie, suaminya yang selalu ingin anak laki-laki –setelah anak laki-laki mereka meninggal. Alfie merasa menemukan gairah mudanya kembali setelah bertemu dengan seorang pekerja seks sekaligus aktris kelas bawah bernama Charmaine. Sedang, Helena mencoba mengalihkan seluruh kesedihannya ke pertemuannya dengan sang peramal dan dunia spiritual.

Anak Alfie, Sally (diperankan Naomi Watts) memiliki persoalan dengan suaminya yang berkebangsaan Amerika, Roy (dimainkan oleh Josh Brolin). Roy keluar dari pekerjaan tetapnya� untuk menjadi penulis penuh waktu. Sally mulai bekerja di sebuah galeri seni dan sangat tertarik dengan atasannya, sementara Roy yang mengalami writer’s block tertarik dengan perempuan cantik yang tinggal di seberang apartemennya. Perempuan itu bernama Dia (diperankan Freida Pinto dari film 'Slumdog Millionaire'). Ia telah bertunangan dan sedang mempersiapkan sebuah pernikahan, namun kedekatannya dengan Roy menghancurkan segalanya.

Karakter yang neurosis, seorang artis/penulis yang memiliki persoalan dengan dirinya-sendiri, dan peri kehidupan kelas menengah atas adalah ciri-ciri penting film-film Woody Allen. Selain itu, kegemarannya pada seni rupa dan musik terutama jazz sering menghiasi film-filmnya. Bagi banyak orang, Woody Allen adalah seorang master karena ia selalu berhasil menggambarkan ironi kelas menengah atas kaum Yahudi dan kulit putih, baik di kota New York (yang sering sekali menjadi setting film-filmnya), maupun kota-kota besar di Eropa (London dan Barcelona, untuk menyebut beberapa).

Sebagai sutradara, Woody Allen setidaknya telah mengarahkan 46 film dan di usia yang hampir mencapai 75 tahun, popularitasnya tak jua pudar. Ia justru semakin produktif membuat film. Namun semakin lama, film-film Allen semakin sering mengulang-ulang tema dan karakter yang pernah muncul di film-film dia sebelumnya. Kadar film ini pun relatif lebih ringan dan populer.

Sebagai sebuah studi karakter, film 'You Will Meet A Tall Dark Stranger' relatif cukup berhasil. Namun, dengan alur dan konflik yang tak seketat film-film sebelumnya, film ini seperti kehilangan pegangan kuatnya. Tetap saja, film ini masih memberikan kejutan dan humor yang menyenangkan. Karakter Helena, misalnya, mampu memberikan pesona sekaligus kejenakaan. Dengan kepercayaannya yang tanpa ampun pada hal-hal mistis, hidupnya bagai aliran kesia-siaan yang terus dilalui umat manusia.

Karakter seperti itu, juga Alfie dan Roy, bisa jadi merupakan sindiran nihilistik atas hakikat kehidupan manusia. Untuk hal ini, Woody Allen belum tertandingi oleh sutradara-sutradara lain.


Veronika Kusumaryati, belajar di Departemen Kajian Film Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Ia salah seorang pendiri Klub Kajian Film IKJ. Kini bekerja sebagai kurator film.


(mmu/mmu)




View the Original article

0 comments

Post a Comment